YOGYAKARTA — Bidang Pembinaan Anggota Dewasa (Binawasa) Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (Kwarda DIY) baru saja meluncurkan sebuah buku baru. Peluncuran buku dirangkaikan pada pembukaan Festival Pramuka Jogja yang ditandai dengan penyerahan buku kepada Ketua Kwarda DIY Kak GKR Mangkubumi, Sabtu (27/08/2022).
Resensi Buku oleh Kak Dr. Sugiyanto, S.Sos., M.M.
Buku ini merupakan pengalaman (best practice) kakak-kakak Pembina dan Pelatih keluarga besar Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengalaman adalah dokumen pribadi yang melekat didalam hati sanubari, agar pengalaman dapat dimengerti peserta didik, andalan, pembina, pelatih, pamong saka dan stakeholder dalam Gerakan Pramuka, maka penting pengalaman itu diungkap, ditulis dan didokumentasikan dalam bentuk buku.
Buku berjudul “Dimensi-Dimensi Soft Skill Dalam Pendidikan Kepramukaan” diupayakan sebagai wadah tradisi menulis para Pembina, Pelatih dan peserta didik di lingkungan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai wadah tradisi menulis maka buku ini direncanakan akan terbit berseri. Seri perdana terbit bertepatan dengan Hari Besar Pramuka 14 Agustus 2022.
Buku seri satu membatasi diri pada muatan soft skills yang sudah diperoleh anggota muda dan anggota dewasa dalam pendidikan kepramukaan. Diawali tulisan kak Sugiyanto penting pemahami pengertian soft skill, manfaat dan asas, yang semuanya diajarkan dalam Pendidikan kepramukaan. Kak Sutrisna Wibawa menegaskan bahwa generasi muda sebagai asset bangsa dibangun dengan pendekatan Kemandirian dan Kemerdekaan.
Nilai-nilai kemandirian dan kemerdekan diajarkan melalui Pendidikan Kepramukaan dalam situasi yang demokrasi, egaliter, kemitraan, menyenangkan, dan menarik. Bagi peserta didik belajar sambal melakukan dan bagi orang dewasa belajar sambil bekerja berlandasan sistim among. Kekuatan dan kemandirin menghasilkan buah soft skill yang rimbum yang berguna sepanjang masa bagi peserta didik, keluarga, masyarakat dan bangsa.
Kak Whenida, mengungkap keprihatinan atas fenomena menurunya tatakrama peserta didik dalam pergaulan sehari-hari baik kehidupan disekolah, di keluarga dan ditengah masyarakat. Rasa hormat anak kepada orang, rasa hormat murid kepada guru dan rasa hormat sesama teman ditengah perkembangan teknologi sangat memprihatikan.
Penulis mengingatkan kepada Pembina Pramuka perlu menanamkan tatakrama kepada golongan siaga dengan pedoman pada kode kehormatan dwi dharma dan dwi satya. Alasan siaga dipilih, karena siaga merupakan golongan anggota muda yang paling muda berusia 7-10 tahun. Usia -7-10 tahun saat awal anak mulai bekerja dan bertanggungjawab secara rutin, perkembangan intelektualnya mulai focus pada property obyektif dan mulai mengorganir persepsi terhadap obyek dan situasi.
Pada usia 7 tahun anak mulai memiliki peran di keluarga, dilingkungan sekolah dan berperan bagi temannya.
Kak Umi Baroroh, Selain pembina pramuka Kak Umi juga aktif dalam dunia literasi. Ia mendirikan dan mengelola taman baca masyarakat di rumahnya dengan nama Baitul Hikmah Jiwa.
Dalam tulisanya mengungkapkan kepemimpinan anggota pramuka akan diasah dengan kegiatan upacara pembukaan maupun penutupan latihan pramuka. Dengan menjadikan anggota pramuka sebagai pemimpin upacara, pemimpin barung, dan juga wakil pemimpin barung sangatlah efektif dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan sejak dini.
Kak Sumarsih. Pembina sekaligus guru di SD Negeri Kembang, Nanggulan Kulon Progo memiliki sejuta kenangan sebagai peserta Jambore nasional 1986. Kenangan sebagai peserta jambore sangat terkesan sampai saat ini dan mendorong kak Sumarsih menjadi Pembina pramuka. Betapa susahnya mengikuti seleksi dari tingkat ranting sampai meraih tingkat nasional diurai dalam tulisan berjudul “Mengenang Jambore Dunia Pramuka Penggalan.
Kak Sumarsih mengurai jenis peretemuan peserta didik berdasarkan golongkan dan menyoroti secara kusus kegiatan dunia penggalang. Mulai dari sismtem berkelompok, satuan terpisah, kode kehormatan, organisasi, syarat kecakapan umum serta syarat kecakapan kusus.
Kak Witahari, lahir di Kulon Progo 1966 dan mulai 1988 menjadi guru sekolah dasar di Gunungkidul, selama berkiprah menjadi guru ternyata ketrampilan dan pengetahuan tentang pramuka menjadi senjatanya, sehingga profesi guru selalui diseliputi soft skill yang diperoleh dari kegiatan pramuka.
Pengalaman unik kak Wita Hari dituangkan dalam Jejak Kakiku Di Dunia Pramuka, seperti hormat pada tiang, tidur disekolah sebelum berkemah, dan mendampingi peserta jambore dan kegagalan kegiatan sebagai pegalaman yang berharga. Jejak ini terus dan terus membekas dalam sanubari dalam goresan menjadi pembina pramuka dilantai dua Jogjakarta.
Kak Yudi Heriana Tantri menyisir salah satu konsideran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, “…bahwa Gerakan Pramuka selaku penyelenggara pendidikan kepramukaan mempunyai peran besar dalam pembentukan kepribadian generasi muda sehingga memiliki pengendalian diri dan kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
Penulis menunjukan bahwa Pendidikan kepramukaan merupakan salah satu ruang menanamkan nilai-nilai Pancasila yang kuat, agar nilai -nilai Pancasila tidak luntur dalam arus teknologi. Melalui Pembina dan Pelatih pendididkan kepramukaan menjadi tempat persemaian membangun karakter bangsa demi keberlanjutan NKRI, sebab muatan Pendidikan kepramukaan bagian integral dari nilai-nilai Pancasila.
Kak Rina Harwati, melakukan penelitian di MTs Negeri 6 Bantul, dengan judul implementasi karakter moderat dalam kepramukaan. Penelitian ini diinspirasi netralisasi organisasi pramuka yang tercermin dalam prinsip dasar, azas, dan tujuan Gerakan pramuka, sehingga Gerakan Pramuka diakui dan diterima diseluruh kalangan organisasi karena bersikap netral dan tidak berpolitik.
Sehingga pembelajaran pendidikan karakter secara komprehensif dapat dilakukan dengan menggunakan metode inkulkasi, keteladanan, fasilitasi, dan pengembangan keterampilan, sehingga terakumulasi menjadi karakter moderat. Karakter moderat yang telah dimiliki oleh para generasi muda melalui pendidikan kepramukaan akan memberikan sumbangsih terhadap keamanan dan perdamaian bangsa dan negara.
Moderat adalah sikap yang tidak berat sebelah atau di tengah-tengah. Pernyataan ini dimaknai bahwa sebagai generasi muda kita tidak boleh memiliki sikap fanatisme berlebihan saat meghadapi segala sesuatu dalam kehidupan ini.
Generasi muda harus bisa menyeimbangkan dan menyeleraskan pemikiran dan tidak mudah terhasut oleh orang lain sehingga bisa menimbullkan disintegrasi bangsa. Sudah sepatutnya jika generasi muda yang tergabung dalam kepramukaan menjadi pionir terciptanya perdamaian bangsa melalui pemikiran yang moderat.
Kak Hendri Wahyuni, mengalami kegelisahan Ketika murid-murid di SMAN 1 Kasihan Bantul DIY malas kegiatan pramuka, disisi lain pramuka didudukan sebagai ektrakurikuler wajib, akhirnya mencoba memutar otak mencari tahu apa yang menyebabkan murid-muridnya malas kegiatan pramuka.
Kak Hendri melakukan penelitian kecil untuk menemukan jawabannya. Akhirnya disadari bahwa murid SMA rata-rata berusia 16-18 tahun. Usia perkembangan yang ditandai dengan berbagai perubahan fisik, perubahan perfikir dan perubahan status dari anak menjadi remaja awal.
Salah satu kebutuhan remaja awal adalah mendapat pengakuan dan eksistensi diluar rumah dan di luar sekolah/gugus depan. Jalan keluar ditemukan kak Hendry mendorong peserta didiknya mengikuti kegiatan diluar dalam wadah Satuan Karya, ternyata satuan karya mampu membentuk karakter Pramuka Penegak yang syarat dengan Syarat Kecakapan Umum dan Syarat Kecakapan Kusus.
Kak Wibisono Yudi Kurniawan, mengungkapan pengalamannya menyelenggarakan latihan pramuka Penggalang di masa pandemic. Sisi positif model pembelajaran online dan sisi negative pembelajar on line dibuktikan dengan melakukan penelitian berjudl Best Practice Membina Pramuka Di Masa Pandemic Studi Kasus Di SMPN 3 Yogyakarta.
Hasil penelitian ini penting penjadi perhatian bagi para Pembina dan Pelatih, sebab salah satu kelemahan model pembelajaran on line bertentangan dengan metode kepramukaan kegiatan yang menarik dan menantang yang tertulis pada pasal 10 anggaran dasar Gerakan pramuka tahun 2018.
Kak Sugiyono, lahir di Gunungkidul, 16 April 1963. Guru di Sekolah Dasar Negeri Kemiri II Tanjungsari Gunungkidul sekaligus Pembina pramuka pada sekolah yang sama. Membagi pengalaman bagaimana mengimplementasikan Prinsip-Prinsip Dasar Kepramukaan dengan Metode Pendidikan Kepramukaan, dengan mempertegas perbedaan azas, prinsip, metode dan syarat. Sehingga delapan metode kepramukaan dan emp atprinsip yang tersirat di dalam pasal 9 dan 10 Anggaran Dasar Gerakan Pramuka 2018 dapat diimplementasikan dengan benar.
Kak Syaefur Rohman, memperkaya kepemimpinan sebagai modal mengajar di sekolah dengan bercermin dan mengadopsi pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan Prinsip trilogi kepemimpinan. Trilogi kepemimpinan Ki Hajar Dewantara menjadi modal interaksi antara pembina dan pelatih dengan anggota Pramuka.
Sebab dalam kegiatan Pramuka hubungan pembina dengan anggota Pramuka dibaratkan orang tua dengan anaknya. Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani ditetapkan sebagai metode kepramukaan dengan nama “sistem among” didepan memberi contoh, di tengah menjadi pengerak dan dibelakang mendorong agar peserta didik terus dinamis meraih masa depan.
Kak Heru Priyono, Guru dan Pembina Pramuka di SMPN 3 Ngaglik Sleman, memiliki perhatian tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman untuk hari ini dan generasi yang datang. Kepedulian Pramuka terhadap pelestarian lingkungan hidup berkontribusi terhadap pencapaian social development gool’s (MDG’s).
Kak Heru menegaskan bagaimana mengimplementasikan kepedulian pramuka terhadap kelestarian lingkungan hidup dalam proses kegiatan latihan pramuka digugus depan. Ide ini merupakan imlementasi dari Komisi Pengabdian Masyarakat Kwartir Nasional Gerakan pramuka menyelenggarakan Pelatihan Lingkungan Hidup bagi Pembina Gugusdepan Tingkat Nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan kepedulian anggota Gerakan Pramuka akan pelestarian lingkungan hidup.
Kak Abdul Hamid Tarwaca, menginformasikan pengalaman aplikasi zoom di era covid 19 bagi guru dan Pembina Praamuka. Sebab guru merupakan komponen paling utama dalam system pendidikan. Sesuai dengan amanat UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Bahwaguru wajib memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional.
Selanjutnya dalam pasal 20 lebih detail disebutkam bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, diantaranya guru berkewajiban melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta meningkatkan dan mengembangkan kompetensi berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian halnya dengan Pembina Pramuka mesti menyesuaikan regulasi yang berlaku, karena Pembina bagian dari pendidik yang bertugas dan bertanggungjawab dalam mengawal anggota muda dalam berlatih dan berkarya.
Kualitas isi, kebenaran dan kesalahan konten menjadi tanggungjawab penulis, Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Esa atas terbitnya buku ini. Kami sadar buku ini masih ada beberapa kelemahan, namun prinsip menghargai usaha adalah menjadi pegangan dalam mendorong jiwa dan semangat para penulis.
Atas dasar itu permohonan maaf kepada semua pihak serta ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta beserta jajarannya yang telah memfasilitasi dari proses pelatihan penulisan buku sampai buku ini terbit, para penulis, dan sivitas Gerakan pramuka yang telah memberikan dukungan bidang binawasa.
__
** Buku ini bisa diperoleh di Koperasi Pandu Usaha Sejahtera Kwarda DIY dengan harga Rp. 50.000, silakan datang ke Kedai Pandu di Kompleks Bumi Perkemahan Taman Tunas Wiguna Babarsari, Sleman, Yogyakarta untuk bisa mendapatkan buku ini.