YOGYAKARTA — Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (Kwarda DIY) turut berpartisipasi mengikuti Simposium Internasional Budaya Jawa ke-6 yang digelar oleh Kraton Yogyakarta mulai hari ini, Sabtu (09/03/2024).
Perwakilan dari Kwarda DIY yang meliputi jajaran pimpinan hadir secara luring di The Kasultanan Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta dan juga secara daring melalui aplikasi Zoom.
International Symposium on Javanese Culture pada penyelenggaraan keenam ini bertajuk ‘Traditional Ceremonies in the Sultanate of Yogyakarta ‘ atau Upacara Adat di Keraton Yogyakarta. Tema tersebut dipilih untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman upacara adat yang berlaku di Kraton Yogyakarta.
Kegiatan ini menjadi salah satu agenda peringatan Ulang Tahun Ke-35 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas dalam tahun masehi yang diperingati setiap tanggal 7 Maret.
Acara dibuka secara resmi oleh Kak GKR Hayu selaku Penghageng Kawedanan Tandha Yekti sekaligus Ketua Panitia Simposium. Dalam sambutannya, Kak GKR Hayu menyebutkan bahwa pelaksanaan adat di keraton berlaku secara turun temurun dan mengandung beragam nilai filosofis dan bersumber dari kearifan lokal.
Pihaknya menegaskan, dua ratus tahun lebih keraton berdiri, dinamika sosial sampai lompatan masa transisi pra dan pasca kemerdekaan Indonesia telah membuat banyak perubahan kebijakan dan berdampak pada penyelenggaraan upacara adat di keraton.
“Beragam penyesuaian dan penyederhanaan dilakukan, namun esensi upacara masih terus dijaga hingga kini. Ritual dan hiruk pikuk upacara adat juga perlahan menjadi rujukan wisata,” ujarnya.
Menurutnya, setiap tahapan yang ada menuntun nilai kesadaran dan kebersamaan antara keraton hingga masyarakat. Semua bermuara pada Hamemayu Hayuning Bawono, memperindah keindahan dunia yang mewujudkan ikatan relasi, komunikasi dan harmoni kepada Sang Pencipta, sesama manusia dan alam sekitar sebagai bentuk keseimbangan semesta raya.
Studi keilmuan seperti antropologi, filosofi, sejarah, politik dan lainnya baik dari pemikir dalam dan luar negeri bisa saling bertukar pendapat serta membuka kembali wawasan budaya Jawa dalam Simposium yang digelar hingga besok, Minggu (10/03/2024) tersebut.
“Berbagai paparan dengan berbagai studi keilmuan baik dari pemikir dalam dan luar negeri saling bertukar pendapat serta membuka kembali wawasan terkait budaya Jawa,” imbuhnya.
Kak GKR Hayu menjelaskan, para panelis yang terpilih melalui mekanisme call for paper akan memaparkan hasil penelitiannya terkait tema lalu dibagi dalam 4 sub-tema berupa sejarah, seni dan pertunjukan, daur hidup serta lintas budaya yang terbagi dalam dua hari penyelenggaraan simposium.
Ia menyebutkan, ada sekitar 96 panelis yang mengirimkan, kemudian disaring dalam dua tahap, kemudian pihaknya benar-benar mengarahkan peserta dibimbing para reviewer hingga tulisan akhirnya jadi.
“Inilah yang menjadi seleksi kedua, hingga akhirnya terpilih para panelis atau presenter yang memaparkan karya tulisnya dua hari ini,” sebut Kak GKR Hayu.
Kak GKR Hayu berharap, simposium ini dapat kembali membangkitkan semangat pembelajaran budaya dan ilmu pengetahuan Jawa secara meluas bagi generasi dan masa yang akan datang. Sekaligus pengingat akan tradisi adiluhung sebagai bentuk penghargaan leluhur dan sejarah yang turut membangun di belakangnya.
Usai sambutan, Kak GKR Hayu didampingi KPH Notonegoro dan GKR Bendara secara simbolis membuka International Symposium on Javanese Culture tahun 2024 ini dengan pemukulan ketuk.
Hadir dalam pembukaan baik secara luring maupun daring antara lain Perwakilan pemerintah, Pura Pakualaman, Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran, jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, serta rektor dari beberapa universitas mitra Keraton Yogyakarta, termasuk beberapa duta besar RI, serta perwakilan dari KBRI dan KJRI. (cst)