YOGYAKARTA — Hari Minggu 4 Februari 2024 saya membuka WA terkaget membaca berita duka dari Kak Koko yang mengabarkan bahwa Kak Paulus Tjakrawan sudah dipanggil ke haribaan Tuhan Yang Maha Asih pada jam 02.45.
Sebelumnya tersiar kabar bahwa Kak Paulus masuk opname di rumah-sakit karena serangan jantung, padahal beberapa hari sebelumnya Kak Paulus masih terpantau aktif mengikuti diskusi tentang bisnis sawit yang ditayangkan pada sebuah setasiun televisi.
Mengenang suka-duka bersahabat bahkan bersaudara dengan almarhum Kak Paulus, bagi penulis seperti biasa dikenal dalam budaya Jawa, bisa disebut sebagai “Kadang Sinarawedi.”
Artinya, walaupun bukan saudara sedarah atau sekandung, tetapi sikap dan perilakunya sudah seperti saudara sendiri dan dia akan sanggup hadir kapan saja di tengah suka maupun duka, diminta ataupun tidak diminta. Begitulah kurang lebih sifat karakter pribadi Kak Paulus.
Penulis kenal pertama kali dengan Kak Paulus sekitar tahun 1972 di ajang penyelenggaraan PERPPANITRA (Pertemuan Penegak Pandega Putri Putra) Nasional yang kedua di tepian Danau Beratan, Bedugul, Bali. Kak Paulus sebagai anggota DKN dan saya sebagai salah satu Lurah Putra Perppanitra, gulang-gulung barengan melayani dan menghadapi para peserta Penegak dan Pandega dari seluruh penjuru tanah air Indonesia yang ulah dan perilakunya macam-macam.
Disinilah kami belajar bersama dipimpin oleh ketua Panitia Perppanitra yang luar biasa yaitu Kak Amang Prawiraningprang dari Semarang, Jawa-Tengah mengelola giat skala Nasional dengan prinsip dari, oleh, untuk Penegak dan Pandega, para Pembina dan Andalan benar-benar hanya mendampingi “tutwuri handayani”.
Setelah pertemuan di Bedugul, hampir setiap saat dan kesempatan giat Gerakan Pramuka maupun giat pribadi, kami berdua selalu kontak dan jumpa darat, baik apakah Kak Paulus ke Yogya maupun saya sedang di Jakarta.
Kalau sudah bertemu, diskusi asyik sekali bisa berlangsung semalaman sambil minum teh dan makan camilan, kami berdua saling bertukar idea dan gagasan, disamping hal-hal yang terkait Kepramukaan bisa juga melebar tentang persolan politik, kebudayaan, pendidikan dan sebagainya.
Setiap ada kegiatan DKD DIY pasti kami mengundang DKN dan hampir pasti Kak Paulus sering menghadiri untuk mewakili DKN.
Salah satu giat DKD DIY yang ingin saya ceritakan adalah pada waktu kami selenggarakan Latihan Kepemimpinan Induk Ambalan se-DIY pada tahun 1973 yang berlangsung di Bumi Perkemahan Karang Pramuka Kaliurang Yogyakarta. Pesertanya dari perwakilan DKC dan Ketua Ambalan terpilih dari seluruh Kabupaten/Kota se DIY.
Maksud tujuan kegiatan ini adalah membekali peserta untuk paham dan terampil mengelola kegiatan Dewan Kerja dengan prinsip dari, oleh dan untuk Penegak dan Pandega. Kegiatan tersebut dihadiri dan dipantau dari DKN yaitu Kak Paulus sebagai anggota DKN.
Pada akhir kegiatan ini Kak Paulus menanggapi dengan positif dan menginspirasi untuk menyelenggarakan giat semacam ini di tingkat Nasional, yang kemudian hingga hari ini kita kenal dengan LPK (Latihan Pngembangan Kepemimpinan).
LPK yang pertama dilaksanakan di Wisma Depsos, Ciloto Puncak tahun 1975 mengundang peserta DKD se Indonesia. Pada kesempatan LPK ini, Kak Paulus, sebagai Ketua Sangga Kerja, kontak saya untuk bersedia menjadi salah satu instruktur pada giat tersebut, ternyata saya tidak sendirian ada Kakak yang non DKN diundang untuk mendampingi para peserta LPK, yaitu Kak Utu Sri Rahayu Astuti.
Pada ajang LPK ini sempat memperbincangkan Perppanitra untuk dicarikan nama lain yang ikonik, sehingga dipandang perlu menemukan nama khas berasal dari budaya daerah Indonesia yang tepat untuk mengganti nama Perppanitra. Nah disini Kak Paulus cukup aktif melontarkan idea gagasannya.
Alternatif pilihan dicari dari budaya Indonesia Timur khususnya dari budaya Papua. Hal ini dilontarkan di depan para peserta LPK yang berasal dari seluruh Indonesia agar menjadi PR para peserta untuk mengusulkan nama pengganti Perppanitra.
Kebetulan peserta dari Papua hadir Kak Sineri, Ketua DKD Papua yang tidur sekamar dengan saya, yang karena kesulitan transportasi dari Jayapura baru bisa hadir sebagai peserta LPK dua hari sebelum ditutup.
Kak Paulus sempat titip pesan pada saya untuk mendorong kak Sineri bisa menemukan nama pengganti Perppanitra yang diambil dari Bahasa lokal Papua.
Sambil rebahan di kamar, Kak Sineri pusing juga menemukan nama yang khas Papua apa? Saya gambarkan sebagai contoh kalau Jamboree itu konon diambil dari Bahasa Indian yang artinya pertemuan antar suku-suku Indian untuk menjalin perdamaian dan persaudaraan antar suku.
Begitu saya ceritakan tentang asal-muasal kata Jamboree, Kak Sineri njenggirat bangun dari rebahannya mengatakan kalau Bahasa Papua itu disebut “RAIMUNA”, yang artinya pertemuan antar suku-suku di Papua biasanya diselenggarakan setelah usai perang suku untuk menjalin perdamaian dan persaudaraan.
Malah ada lagunya yang khas untuk Raimuna, yang diserukan oleh Kepala Suku untuk mengundang warga sukunya berkumpul bersama. Adapun kata-katanya sebagai berikut: Kepala Suku berseru: Simo batu rembo, ditirukan warga suku: Simo batu rembo; diulang oleh Kepala Suku: O morona, ditirukan: O morana, diakhiri dengan kata: Ararera, ditirukan: Ararera.
Pada pertemuan berikutnya Kak Sineri mengusulkan kata Raimuna beserta nyanyiannya tersebut dan disambut gembira dan meriah di forum LPK tersebut.
Disinilah Kak Paulus berperan secara aktif dan tekun menindaklanjuti usulan nama Raimuna tersebut diproses melalui Musppanitra Nasional sampai dengan berhasil diterbitkan menjadi Surat Keputusan Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka.
Selepas aktif di dunia Dewan Kerja, kami meniti karir dan membangun kehidupan keluarga masing-masing, Kak Paulus berkarir di bidang Aviasi/Penerbangan dan berumahtangga dengan isteri tersayang Kak Sandra, sedangkan penulis mulai berkarir di Bappeda DIY dan berumahtangga dengan istri terkasih Kak Dian Siswantari.
Kami sekeluarga beberapa kali sering meluangkan waktu bertemu dan berlibur bersama. Yang kami ingat pernah kami sekeluarga diundang istimewa oleh Kak Paulus, sebagai Panitia Penyelenggara, untuk menghadiri Pameran Dirgantara tingkat Internasional di Cengkareng. Suatu ketika sempat juga kami sekeluarga berekreasi bersama di Hotel Horizon Ancol Jakarta.
Tiba-tiba tahun 1995, Kak Paulus kontak kami untuk mengharuskan hadir ke Jakarta dalam acara Temu Nasional Purna Anggota dan Aktivis Dewan Kerja tingkat Nasional yang pertama kali diselenggarakan, ya inisiatornya siapa lagi kalau bukan Kak Paulus.
Tenas PADK yang pertama ini berlangsung di Aula Kwarnas, Jl. Merdeka Timur Jakarta. Hadir hampir lengkap para aktivis Dewan Kerja se Jawa antara lain Kak Agnes, Kak Dunak, Kak Uum Sumantri,Kak Djoko Hardono, Kak Djoni Dechan, Kak Bondan Winarno.
Kak Bambang Samasto, Kak Yana Anggadirja, Kak Arifien, tentu kami berdua (Kak Prijo dan Kak Dian) serta kakak-kakak lainnya. Kak Paulus cukup berhasil menghadirkan para sesepuh tokoh Gerakan Pramuka antara lain Kak Azis Saleh, Kak Liem Beng Kiat, dan juga Kak Himawan Sutanto selaku Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka.
Sekarang tongkat estafet PADK ditangan Kakak Presiden PADK, Kak Nunung semoga tetap amanah dan bersama dengan Kerabat PADK se Indonesia tetap bisa ikut serta menjaga marwah Gerakan Pramuka.
Satu hal yang sering dibisikkan Kak Paulus, bahwa Tenas PADK bukan sekedar forum nostalgia atau kangen-kangenan, tetapi seperti filosofi Tongkat Cabang Dua kita semua sebagai anggota PADK masih mempunyai kewajiban menjaga dan merawat Kode Kehormatan Gerakan Pramuka sepanjang masa.
Sebelum masa Pandemi di tahun 2018, kami sempat jumpa Kak Paulus bersama-sama sebagai narasumber pada acara Sarasehan Mengenang BP di Aula Kwarda Gerakan Parmuka DIY, Kak Paulus mewanti-wanti bahwa konsep ajaran BP (Baden Powell) itu masih relevan dan bersifat universal bagi kepentingan peningkatan peran Generasi Muda se Dunia.
Kak Paulus juga menekankan bahwa dalam bukunya “Rovering to Success”, BP menyatakan salah satu pegangan hidup bagi Generasi Muda adalah Kitab Suci Al Quran. Dan kami sama-sama sepakat bahwa buku Rovering to Success masih layak sebagai rujukan penting bagi pembinaan Penegak dan Pandega yang harus terus digali dan dipahami oleh setiap Penegak dan Pandega.
Penulis menambahkan bahwa ajaran BP harus bisa diserasikan dengan budaya bangsa sendiri, sebagai misal 5 (lima) Karang Perintang yang harus dihadapi para pemuda dalam kehidupannya bermasyarakat dan berbangsa bisa disinkronisasi dengan 5 (lima) perintang dalam budaya Jawa yang disebut Mo-Limo yakni Madat, Minum, Madon, Main dan Maling.
Kontak terakhir dengan Kak Paulus dilakukan via telpon selular dengan Kak Dian menjelang Munas Gerakan Pramuka di Banda Aceh tahun 2023 yang lalu, hampir setengah jam lebih kami berbincang tentang kondisi Gerakan Pramuka masa kini yang disepakati dalam kondisi yang sedang bukan baik-baik saja.
Kak Dian berharap Kak Paulus masih mampu berperan sebagai tokoh Andalan Nasional yang benar-benar bisa diandalkan dan menjadi teladan bagi para generasi penerus Gerakan Pramuka.
“Saya berharap Kak Paulus bisa berperan setara dengan Kak Liem Beng Kiat,” kata Kak Dian.
Last but not Least, penulis tak akan berhenti kekagumannya kepada sosok Kak Paulus Tjakrawan Taningjaya, yakni tentang konsistensi dan integritasnya sebagai seorang Pramuka Sejati.
“Sekali Pramuka Tetap Pramuka” dilakoninya sepanjang hidupnya tanpa henti, bahkan saya gedeg-gedeg kepada Kak Paulus walaupun dalam kesibukan karir yang begitu padatnya masih sempat-sempatnya membaktikan-dirinya pada Gugus Depan Jakarta 245-246 yang berpangkalan di SMP Santa Maria Fatima, Jakarta Timur, yang merupakan basis awal Kak Paulus ditempa menjadi seorang Pramuka Sejati.
Akhirnya tunai sudah tugas memandu Kak Paulus di kancah internasional sebagai anggota komite Asia Pacific Scout Region dan Scout Foundation Committee dan di kancah nasional sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kwarnas Gerakan Pramuka Periode 2019-2023.
Ada baiknya saya cuplikan pesan BP sebagai berikut: “ Jika ingin sukses, ingin bahagia, kalianlah yang harus mengusahakannya sendiri. Tidak ada orang lain yang bisa mempersembahkannya untuk kalian.
Ketika saya masih kecil ada sebuah lagu populer yang berjudul: Paddle Your own Canoe, yang refrainnya berbunyi: Never sit down with a tear or a frown but paddle your own canoe”.
Selamat jalan Kak Paulus Tjakrawan Taningjaya sebagai seorang Pramuka Sejati, kayuhlah kolikmu sendiri menuju pantai keabadian Ilahi yang penuh ketenteraman dan kedamaian. Amin.
Yogyakarta, 6 Februari 2024
Penulis:
Kak Prijo Mustiko
Mantan Ketua DKD DIY 1970 – 1973
Anggota Mabida DIY 2020 – 2025