World Scout Jamboree yang diikuti 43 ribu pramuka dari seluruh dunia, telah dibuka pada 2 Agustus 2023 di Saemangeum, Jeolla Utara, Korea Selatan.
Selama sepuluh hari ke depan, pramuka dari 158 negara tidur di tenda dan melakukan petualangan, pertukaran budaya, dan kegiatan menarik serta menyenangkan lainnya di alam terbuka. Jambore dunia empat tahun sekali ini mengambil tema Draw Your Dream! atau ‘Gambarlah Impianmu!.’
Tema Draw your Dream!” mengungkapkan keinginan bagi pramuka atau pandu untuk mengubah Jambore Dunia ke-25 di Korea Selatan menjadi festival milik mereka sendiri dan menumbuhkan impiannya melalui acara tersebut.
Penyelenggaraan Jambore Dunia ini juga akan menandai peringatan 100 tahun Asosiasi Pramuka Korea. Hal ini merupakan sebuah tonggak sejarah yang akan dirayakan bersama para pramuka dan pandu dunia pada tahun 2023.
Gerakan Pramuka Indonesia mengirim 1.579 pramuka penggalang untuk mengikuti Jambore Pramuka Dunia di Korea Selatan pada 1-12 Agustus 2023. Bagi saya, Prijo Mustiko dan istri, Dian Dian S. Prijo Mustiko, Jambore Dunia ke-25 ini membawa kenangan tersendiri.
Mengapa? Karena tiga generasi keluarga kami menjadi peserta atau bagian dalam Jambore Dunia (World Jamboree).
Saya terpilih sebagai peserta Jambore Dunia ke-12 (The 12th World Jamboree) pada 1 – 9 Agustus 1967 di Farragut State Park, negara bagian Idaho, Amerika Serikat. Pada Jambore Dunia ke-20 (The 20th World Jamboree) di Sattahip, Thailand (28 Desember 2002 – 8 Januari 2003), kedua anak kami, yaitu Shinantya Ratnasari (Shanty) dan Shinatria Adhityatama (Adhit) berpartisipasi.
Adhit menjadi peserta, bagian dari Kontingen Gerakan Pramuka yang mengirim 170 penggalang. Sedangkan Shanty terdaftar sebagai IST (International Service Team) yang membantu panitia pelaksana Jambore Dunia secara voluntir di bidang Cross Culture Village.
Kali ini, pada Jambore Dunia ke-25 Korea Selatan, cucu kami, Kerlap Semesta Paramartha menjadi peserta, bagian dari kontingen Indonesia yang berjumlah 1.579 pramuka penggalang. Kerlap Paramartha merupakan putera dari Shinantya Ratnasari dan Bagus Takwin (Aten).

Kerlap adalah penggalang dari Gudep Pangkalan SMP Cakra Buana, Kwartir Cabang Kota Depok, Kwarda Jawa Barat. Dia terinspirasi terhadap kakek dan ibundanya yang pernah ikut Jambore Pramuka Sedunia.
“Saya tertarik ikut serta Jambore Dunia di Korea karena menawarkan kegiatan dengan menggunakan teknologi canggih dan ingin berkenalan dengan pramuka dari seluruh dunia,” kata Kerlap.
Jambore Dunia ke-20 di Thailand, 2003
Shanty dan Adhit mengenang Jambore Dunia ke-20 yang berlangsung di Pangkalan Angkatan Laut Thailand di Sattahip, yang jaraknya 180 km arah tenggara Bangkok dan diikuti 30 ribu peserta. Jambore ini merupakan Jambore Dunia kedua yang diselenggarakan di Asia Tenggara setelah Filipina menjadi tuan rumah acara tersebut pada tahun 1959.
Jambore ini memberikan kesempatan bagi peserta Jambore Dunia dari seluruh dunia untuk menghabiskan waktu 12 hari berkemah bersama-sama dan menghadiri kegiatan yang dirancang bagi mereka dalam pengembangan diri dan tanggung jawab sosial-budaya, dalam kerangka mendalami tehnik dan metoda pendidikan kepramukaan, memupuk kemajuan dan kesatuan sebagai sesama pramuka atau pandu se dunia.
Sesuai dengan tema Jambore Dunia ke-20 adalah “Share our World, Share our Cultures”, maka para peserta diberi kesempatan yang luas untuk saling berbagi tentang kesadaran satu dunia dan berbagi pula tentang keaneka-ragaman kekayaan budaya dari masing-masing bangsa dan negara.
Lambang Jambore Dunia ke 20 ini menunjukkan ornamen atap rumah tradisional khas budaya Thai, yang mengandung arti penggambaran serambi muka atap rumah Thai berbentuk A merupakan lambang pengembangan tradisi dan budaya Thailand dan menunjukkan pula upaya berbagi tentang pewarisan tradisi budaya dari generasi ke generasi.
Jambore Dunia ke-12 di Amerika Serikat, 1967
Gerakan Pramuka Indonesia mengirim 8 pramuka penggalang pada Jambore Dunia ke 12 (The 12th World Jamboree) di Idaho, Amerika Serikat. Jambore ini berlangsung pada 1-9 Agustus 1967.

Kedelapan pramuka itu adalah Bondan Winarno sebagai ketua regu mewakili Kwarda Jawa Tengah, Moh. Basuki (DKI Jakarta), Bambang Roseno (Jawa Timur), Mailan Jamil (Sumatera Selatan), Luke Hilman Bachrum, Moh. Affandi, Rikky Kamil mewakili Kwarda Jawa Barat, dan saya, Prijo Mustiko mewakili Kwarda Yogyakarta. Kami didampingi tiga Pembina, yakni Kak Idiek Sulaiman, Kak Susanto Martodihadjo dan Kak Benny Supangat Sumarto.
Tema Jambore Dunia ke-12 ini adalah “For Friendship” dan diikuti oleh 107 negara dengan jumlah peserta 14 ribu pramuka penggalang. Saat itu, situasi kebangsaan dan kenegaraan Indonesia baru memasuki Orde Baru dari era Orde Lama.
Bangsa Indonesia sedang bangkit dari segala keterpurukan di segala bidang kehidupan, salah satunya membuka diri lagi dalam pergaulan dengan dunia luar atau dunia internasional.
Kami terkesan sekali pada saat menghadap Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka, Kakak Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sebelum berangkat ke Idaho. Ada pesan pendek yang sangat mendalam bahwa misi mengikuti Jambore Dunia ini sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia sehingga setiap anggota kontingen Pramuka Garuda yang akan berangkat hendaknya menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia.
Sesudah itu ada upacara prosesi mencium bendera Sang Merah Putih sebagai tanda kecintaan kita kepada tanah air tumpah darah bangsa Indonesia. Kemudian bendera Sang Merah Putih diserahkan dari Ketua Kwarnas kepada Ketua Pembina Kontingen Pramuka Garuda Indonesia, Kak Idiek Sulaiman. Bendera kami kibarkan di atas menara perkemahan Kontingen Indonesia.
Setelah kami mengikuti seluruh kegiatan Jamboree Dunia XII tibalah saatnya menerima Jamboree Adventure Award dari Ketua Panitia Nasional Jamboree Dunia XII atau Jamboree Camp Chief dari Amerika Serikat Mr. J.A Brunton Jr. Setiap malam kami menyelenggarakan api unggun baik mengundang ataupun diundang dari Pandu-pandu negara lain.
Dan setiap kali acara api unggun diperkenalkan lagu-lagu khas Indonesia antara lain Nyiur Hijau, Indonesia Pusaka, Apuse dan berbagai ketrampilan/permainan pramuka. Yang mengherankan dan membuat surprise ada pandu-pandu Cekoslowakia yang hafal dengan lagu-lagu Indonesia seperti Maju tak Gentar dan Hallo-hallo Bandung.
Akhirnya yang cukup menggetarkan hati sekaligus mengharukan yakni pada saat api unggun penutupan Jambore, masing-masing peserta diberi kotak kertas kecil untuk menyimpan abu api unggun. Ada pesan yang tertera pada kotak tersebut yang terjemahannya sebagai berikut:
“Kamu dan saudara-saudaramu Pandu dari berbagai bangsa pada Jambore ini. Api unggunmu telah menyalakan semangat persahabatan yang sejati. Ambillah abu dari api unggun Jambore ini dan taburkanlah sedikit ke dalam api unggun di tempatmu masing-masing agar dapat menyebarluaskan semangat keakraban, persahabatan Pandu seluruh dunia”.
(You and your brother scouts of many nations have made many friends at this Jamboree. Your campfires have kindled the spirit of true friendship. Take ashes from the Jamboree campfire and add some on your campfire back home to spread the warmth of the Scouting world friendship).
Kami Kontingen Pramuka Garuda Indonesia patut berbangga dan mendapatkan kehormatan mewakili bangsa Indonesia. Ternyata dengan mengikuti Jambore Dunia XII ini berarti mengukir sejarah yang menandai Gerakan Pramuka Indonesia bergabung kembali dalam Gerakan Kepanduan Dunia di bawah panji Organisasi Kepanduan Dunia (World Organization of the Scout Movement).
Memang, beberapa tahun sebelumnya, Indonesia menyatakan keluar dari WOSM karena alasan politis dan untuk pertama kalinya mengikuti Jambore Dunia di bawah panji Gerakan Pramuka.
Pesan Baden-Powell untuk Peserta Jambore
Jambore Dunia (World Jamboree) merupakan ajang pertemuan besar empat tahun sekali dalam bentuk perkemahan antar para pramuka di seluruh dunia.
Lord Baden-Powell, Bapak Pandu Sedunia, pernah berpesan dalam bukunya “Memandu untuk Putera” (Scouting for Boys), bahwa kita ini dapat diumpamakan bata-bata di dalam dinding, kita masing-masing mempunyai tempat sendiri, meskipun kelihatan kecil di dalam dinding yang besar itu.
Tetapi andaikata satu bata saja remuk atau meleset dari tempatnya, maka bata itu akan menggoyahkan yang lain-lain, dinding mulai pecah dan akhirnya robohlah dinding itu. Baden Powell mengatakan apabila sejak usia muda atau usia pramuka penggalang sudah ditanamkan nilai persaudaraan mulai dari hal pekerjaan/tugas yang kecil saja nampaknya, kelak dikemudian hari akan memetik hasilnya apabila mereka sudah tumbuh menjadi orang atau warganegara yang sudah dewasa.
Secara etimologi, kata jambore pertama kali muncul pada abad ke-19 . Penyair Robert W. Service menggunakannya jauh sebelum Jambore Dunia pertama diselenggarakan di Olympia, Inggris pada tahun 1920. Pada saat itu Jambore diartikan sebagai pertemuan besar yang gaduh (riuh).
Dari sumber lain dikatakan pula bahwa kata jambore berasal dari bahasa Swahili, suku bangsa yang berasal dari pantai Afrika Timur, untuk kata hello jambo, sebagai akibat dari banyak waktu yang dihabiskan pada saat diadakannya pertemuan besar tersebut.
Di dunia kepanduan diyakini bahwa kata jambore diciptakan oleh Baden-Powell. Bapak Pandu Sedunia ini mengatakan bahwa sebagai pandu kamu akan menjumpai banyak sekali anak-anak muda dari bermacam-macam kebangsaan dan ditiap-tiap daratan kamu akan mempunyai teman, menghapuskan perbedaan warna kulit, kepercayaan/keyakinan agama dan golongan suku/bangsa.
Baden-Powell menasehatkan kepada pramuka supaya bekerja dengan sungguh-sungguh untuk maksud itu, sebab mereka akan segera menjadi seorang laki-laki (maupun wanita), dan andaikata timbul perselisihan antar bangsa-bangsa maka merekalah yang bertanggung jawab.
“Kalau kita adalah teman satu sama lain, maka kita tidak akan menginginkan suatu perselisihan dan dengan memelihara persahabatan ini, sebagaimana telah kita selenggarakan dalam Jambore-Jambore kita yang besar, maka kita mempersiapkan jalan untuk memecahkan soal-soal internasional dengan perundingan secara damai. Hal ini akan mempunyai hasil yang penting serta sangat luas di seluruh dunia demi perdamaian. Oleh karena itu, marilah kita berusaha sekuat tenaga mengadakan persahabatan antara Pandu-Pandu dari segala bangsa serta membantu mengembangkan perdamaian dan kebahagiaan di dunia serta “good will” antar bangsa-bangsa.”
Demikianlah pemahaman tentang makna Jambore Dunia ini berusaha penulis resapi dalam hati sanubari maupun dalam praktik kehidupan sehari-hari baik secara pribadi, keluarga maupun hidup bermasyarakat. Pramuka selalu mengedepankan sendi-sendi persaudaran, persahabatan, kekeluargaan dan kebahagiaan dalam berkarya darma-bakti dalam mengarungi kehidupan ini.
Dan syukur alhamdulilah sejak kami sekeluarga aktif berkegiatan di Gerakan Pramuka diikuti oleh anak dan cucu yang berkesempatan mengikuti dan merasakan betapa bangga dan senangnya berpartisipasi di Jambore Dunia dalam kurun waktu dan tema-tema yang berbeda.
Hikmah mengikuti sebagai peserta Jambore Dunia mempunyai arti sangat mendalam dan luas dimensinya, bukan sekedar bersenang-senang kemah bersama pramuka dan pandu sedunia. Sejatinya setiap pramuka penggalang bisa berperan sebagai Duta Kecil Bangsa dan Negara Indonesia di tataran internasional.
Mereka membawa wajah original tentang karakter dan kepribadian bangsa Indonesia yang sesungguhnya cinta persaudaraan antar bangsa dan menciptakan perdamaian dunia.
Dengan demkian menjadi tugas utama setiap peserta Jambore Dunia agar berusaha ikut serta menjaga dan merawat perdamaian dunia. Tidak sekedar wacana, tetapi dalam bentuk kegiatan nyata kepramukaan tidak sekedar untuk kepentingan sendiri tetapi berandil darma-bakti untuk bangsa bahkan untuk dunia.
Hal ini dikuatkan seperti kata Baden-Powell, bahwa Jambore telah membuktikan Undang-Undang Pandu (Dasadarma Pramuka) merupakan sendi yang kokoh antara anak-anak muda dari segala bangsa.
“Kita dapat berkemah bersama-sama, bertamasya bersama-sama serta menikmati segala kebahagiaan hidup di luar dan dengan demikian membantu membentuk rantai persaudaraan,” kata Baden-Powell.
Kak Prijo Mustiko, Anggota Majelis Pembimbing Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Masa Bakti 2020-2025; Pemerhati Kebudayaan, Pemerhati Bambu, Pemerhati Memorabilia Pramuka, Tim Museum Pramuka Indonesia di Yogyakarta.