Dewan Kerja Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega merupakan salah satu organisasi pendukung dalam kepengurusan di Kwartir Gerakan Pramuka.
Dalam pengalaman kinerjanya di keorganisasian tingkat kwartir, kedekatan emosional serta kekerabatan terjalin sampai dengan purna bakti, lepas dari tingkatan usia peserta didik, dan menjadi para anggota dewasa yang terus mempunyai ikatan kekeluargaan.
Ikatan itu menjadi sebuah jalinan tersendiri bagi mereka tentunya untuk saling bersinergi, berkarya, serta berbakti, baik dalam Organisasi Kepramukaan maupun langsung terjun di lingkungan masyarakat.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya para purna Dewan Kerja ini membentuk sebuah perkumpulan yang diberi nama Wiradhiratsaha. Awalnya adalah untuk Dewan Kerja Daerah DIY, namun seiring berjalannya waktu, perkumpulan ini juga sebagai wadah bagi semua purna dewan kerja baik tingkat ranting, cabang, daerah, maupun mereka yang merupakan aktivis pramuka di DIY.
Disampaikan oleh Kak Bambang Sukiswo, purna Dewan Kerja Daerah (DKD) DIY masa bakti 1967 sampai dengan 1971 (dua periode), Wiradhiratsaha dimulai sejak tahun 1970 yaitu saat berkumpulnya pengurus DKD DIY bersama Penegak dan Pandega yang aktif membantu kegiatan DKD-DIY membentuk Ambalan Kerja.
Nama Wiradhiratsaha (dulu penulisannya Wiradhirotsaha) adalah merupakan usulan atau gagasan dari Kak Chairul Anwar. Wira berarti perwira, Dhirotsaha berarti Pemimpin yang rajin dan tekun bekerja. Wiradhiratsaha, memusatkan rasa, cipta dan karsa, dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan nusa, bangsa, dan Gerakan Pramuka.
Wiradhiratsaha memiliki semboyan bakti yang berbunyi “RELA DHARMA BHAKTI DIRI, BUDI LUHUR DHARMA BHAKTI.” Sandi ini pertama kali diucapkan oleh Kak Dibyo Setyobroto Andalan Daerah Urusan Anggota Putra (Andutra) Kwarda DIY pada Pertemuan Pramuka Penegak dan Pandega Putra Putra (Perppanitra) DIY ke I tahun 1967 di Kaliurang.
Selain itu, Kerabat Wiradhiratsaha juga memiliki sandi bakti dan berbagai adat tradisi, salah satu di antaranya adalah upacara adat pernikahan Kerabat Wiradhiratsaha. Kerabat yang menikah akan diberi cindera mata yang berisi sandi bakti dan ditulis di atas kulit berpigura.
Nama kedua mempelai juga ditulis dalam Piala Bergilir yang harus mereka simpan sampai kemudian diserahkan kepada kerabat yang menikah berikutnya.
Wiradhiratsaha dan Ajaran Kepemimpinan Mahapatih Gadjahmada
Wiradhiratsaha merupakan salah satu isi dari “Pustaka Hasta Parateming Prabu” atau 18 ilmu kepemimpinan. Pitutur luhur ini pernah diterapkan Maha patih Gajah Mada pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit di bumi Nusantara ini.
Berikut ini adalah ke-18 pitutur kepemimpinan tersebut,
- WIJAYA, artinya pemimpin harus mempunyai jiwa tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dipecahkan.
- MANTRIWIRA, artinya pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun.
- NATANGGUAN, artinya pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan.
- SATYA BHAKTI PRABHU, pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa.
- WAGMIWAK, pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah semangat masyarakatnya.
- WICAKSANENG NAYA, artinya pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat.
- SARJAWA UPASAMA, artinya seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak, mentang-mentang jadi pemimpin dan tidak sok berkuasa.
- DHIROTSAHA, artinya pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi pada kepentingan umum.
- TAN SATRESNA, maksudnya seorang pemimpin tidak boleh pilih kasih terhadap salah satu golongan, tetapi harus mampumengatasi segala paham golongan, sehingga dengan demikianakan mampu mempersatukanseluruh potensi masyarakatnya untuk mensukseskan cita-cita bersama.
- MASIHI SAMASTA BHUWANA, maksudnya seorang pemimpin mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia Tuhan dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
- SIH SAMASTA BHUANA, maksudnya seorang pemimpin dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin mencintai rakyatnya.
- NEGARA GINENG PRATIJNA, maksudnya seorang pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi ataupun golongan, maupun keluarga.
- DIBYACITTA, maksudnya seorang pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya (akomodatif dan aspiratif).
- SUMANTRI, maksudnya seorang pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
- NAYAKEN MUSUH, maksudnya dapat menguasai musuh-musuh, baik yang dating dari dalam maupun dari luar, termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri.
- AMBEK PARAMA ARTHA, maksudnya pemimpin harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi kesejahteraan dan kepentingan umum.
- WASPADA PURWA ARTHA, artinya pemimpin selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (introspeksi) untuk melakukan perbaikan.
- PRASAJA, artinya seorang pemimpin supaya berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba gemerlap.
Dalam keterangan Kak Bambang yang juga ditulis di Ensiklopedia Pramuka, disebutkan bahwa ke-18 pitutur (ajaran) kepemimpinan Gadjahmada di atas diharapkan selalu menjadi inspirasi dan motivasi bagi segenap pramuka penegak pandega yang sedang menjabat atau sudah memasuki masa purna tugas.
Di manapun berada, diharapkan para Kerabat Wiradhiratsaha mampu mengabdikan dan mengembangkan potensi cipta, rasa, karsa, dan karya kepemimpinannya di jalan kebaikan dan kebenaran, baik bagi keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negaranya.
Hal itulah yang menjadi hakikat abadi dari implementasi Sistem Pendidikan Kepramukaan, khususnya dalam bidang pendidikan kepemimpinan yang berbasis pada nilai dan kearifan lokal.
____
Tulisan asli oleh Kak Anis Ilahi yang dipublikasikan melalui Ensiklopedia Pramuka