Pada tanggal 10 Juni 2015 yang lalu telah dilantik dan dikukuhkan pengurus Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) dan Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa bakti 2015 – 2020.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah dasar hukum yang melandasi tugas dan fungsi kedua lembaga tersebut adalah dua perundangan, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pertanyaan pertama apakah kedua Undang-Undang tersebut saling terkait dan terhubung?
Menilik sejarah perkembangan pendidikan kepanduan di dunia dan utamanya di Indonesia yang dikenal dengan pendidikan kepramukaan, merupakan wujud kesadaran bangsa bahwa dalam rangka menghadapi tatanan dunia global, setiap bangsa dan negara selalu membutuhkan peran kaum muda/generasi muda yang memiliki rasa cinta tanah air, kepribadian yang kuat dan tangguh, rasa kesetiakawanan sosial, kejujuran, sikap toleransi, kemampuan bekerja-sama, rasa tanggung jawab, serta kedisiplinan untuk membela dan membangun bangsa.
Ditegaskan pula dalam Undang-Undang Gerakan Pramuka, bahwa Pendidikan Kepramukaan dalam sistem Pendidikan Nasional termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dan memiliki kecakapan hidup.
Hal ini sejalan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara tentang Tripusat Sistem Pendidikan, yang menekankan pilar penting dalam pendidikan di lingkungan masyarakat yaitu pendidikan dengan “metode kepanduan”. Titik strategisnya adalah bahwa pendidikan kepramukaan merupakan pendidikan yang dilakukan sepanjang hayat dimulai sejak tingkat Siaga atau tingkat kanak-kanak sampai dengan tingkat Penegak/Pandega atau tingkat dewasa, sehingga diharapkan sebagai komponen kader bangsa yang handal dapat men”darma-bakti”kan kepada kepentingan bangsa dan negara.
Lalu muncul pertanyaan kedua, mengapa perkembangan Gerakan Pramuka mengalami pasang-surut pada masa akhir-akhir ini dan ada kecenderungan tidak lagi menarik minat kaum muda? Sementara itu berbagai wahana “outbound” yang mengadopsi metode pendidikan kepramukaan menjamur di mana-mana.
Dalam mengatasi permasalahan utama yang dihadapi Gerakan Pramuka ini hendaknya kita harus berani mengevaluasi diri, kelemahan maupun kekurangan internal, baik dari segi kelembagaan, rencana strategis sampai dengan rencana aksi, dengan dukungan infrastruktur yang memadai, selain ketersediaan sumber daya manusia pembina maupun pelatih yang handal.
Salah satu titik lemah dalam Gerakan Pramuka yang dirasakan sekarang ini adalah belum optimalnya pengelolaan dan aktivitas di tingkat satuan organisasi terdepan yakni Gugusdepan.
Padahal Gugusdepan sebagai satuan pendidikan dan satuan organisasi terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan seharusnya berperan dan berfungsi dengan baik. Artinya, segala aktivitas pendidikan kepramukaan secara rutin harus terjaga dan terjamin untuk bisa terselenggara secara berkualitas, yang menurut Undang-Undang Gerakan Pramuka dapat dilaksanakan dengan berbasis satuan pendidikan ataupun berbasis komunitas.
Untuk itu, menjadi penting artinya suatu tekad bersama dari para andalan di setiap Kwartir maupun para Pembina dan Pelatih Pramuka untuk turun ke bawah (‘back to basic’), kembali ke masing-masing Gugusdepannya agar nafas kegiatan pendidikan kepramukaan di lini terdepan ini benar-benar terselenggara dengan berkualitas.
Pendidikan kepramukaan ditetapkan menjadi kurikulum wajib pada setiap satuan pendidikan hendaknya dibaca sebagai pintu gerbang untuk menuju kepada pelaksanaan dan penerapan metode pendidikan kepramukaan yang tepat dan benar.
Selanjutnya pertanyaan ketiga: Apa relevansi dan signifikasi-nya dengan Undang-Undang Keistimewaan DIY?
Apabila mencermati isi Undang-Undang Keistimewaan DIY akan ditemukan pengarus-utamaan bidang Kebudayaan seperti tertuang dalam pasal 31 ayat 1, dinyatakan bahwa ruang lingkup bidang kebudayaan meliputi usaha pemeliharaan dan pengembangan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat-istiadat, benda, seni dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.
Kwarda Gerakan Pramuka DIY beserta seluruh jajarannya merupakan bagian yang menyatu dengan masyarakat DIY, sehingga mempunyai kewajiban yang sama untuk bisa menjaga, mengawal dan mengamalkan amanah dari Undang-Undang keistimewaan DIY ini.
Bukan hanya sekedar terbatas aktivitas kesenian atau seni-budaya saja yang ditunjukkan dengan ekspresi tepuk-tangan, menyanyi, dan baris-berbaris, tetapi lebih dari itu, sejatinya Gerakan Pramuka dapat berandil menyiapkan kaum muda di setiap lini kehidupan masyarakat dengan berbasis kebudayaan.
Satuan Karya (SAKA) Pramuka adalah satuan organisasi penyelenggara pendidikan kepramukaan bagi peserta didik sebagai anggota muda untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan pembinaan di hampir setiap bidang kehidupan masyarakat.
Dengan berbekal basis kebudayaan, SAKA Pramuka dapat menggali, menyosialisasi, dan mengembangkan setiap bidang kehidupan dengan basis budaya, misalnya SAKA Bakti Husada ikut mengembangkan budaya perilaku hidup sehat di masyarakat dengan memperkuat pos-pos sehat di pelosok desa/kampung, SAKA Wanabakti budaya lestari lingkungan hidup dengan mampu mengelola suatu taman hayati sebagai tempat diklat lingkungan hidup, SAKA Widya Budaya perlu bergerak di bidang kebudayaan (dalam arti sempit) sendiri dapat memperkuat keberadaan Pusat Konservasi Budaya DIY.
Guna mendukung keberlangsungan tugas dan fungsi Gerakan Pramuka ke depan agar bisa berperan dan berfungsi sebagai bagian masyarakat DIY maka secara strategis, diperlukan Peraturan Daerah yang secara khusus dapat mengatur dari aspek organisasi, penyediaan infrastrukur, baik yang perangkat keras maupun lunak dan program aksi, sehingga diharapkan dapat menjamin dan menjaga terlaksananya kegiatan pendidikan kepramukaan terutama di tingkat Gugusdepan.
Akhirnya eksistensi Gerakan Pramuka di DIY bisa berkembang pesat bukan karena “diistimewakan,” namun hendaknya Gerakan Pramuka di DIY dapat membuktikan secara nyata, satunya kata dengan perbuatan sebagai PRAMUKA ISTIMEWA.
Prijo Mustiko
Sekretaris III Mabida Gerakan Pramuka DIY dan Anggota Dewan Kebudayaan DIY.