Pada tingkat global (WOSM), ada program atau inisiatif aksi Pramuka untuk lingkungan hidup, bernama Earth Tribe. Sebelumnya bernama World Scout Environment Programme (WSEP), sejak 2020 bentuknya bertransformasi jadi Earth Tribe hingga hari ini.
Ketika itu Earth Tribe dirilis bertepatan dengan World Environment Day (WED), 5 Juni, yang artinya hari ini merupakan peringatan 2 tahun dirilisnya Earth Tribe Initiative.
Sebagai wadah aksi Pramuka atau pandu pada bidang lingkungan hidup, Earth Tribe memberikan panduan bagi pandu untuk menyelesaikan tiga tantangan: Scout Go Solar, Tide Turners Plastic, dan Champions for Nature. Ketiganya merupakan representasi dari tiga krisis lingkungan hidup (triple planetary crisis) yang sedang berlangsung: perubahan iklim, polusi dan sampah, serta biodiversitas.
Segala path, tantangan, dan ketentuan bisa dibaca di Earth Tribe Implementation Manual (2020), dapat diakses di sini. Tetapi yang lebih penting dalam tulisan ini ialah, bagaimana implementasi pelaksanaan tantangan Earth Tribe? Bagaimana para pandu mencapai syarat dan mendapatkan badge-nya? Atau sepertinya hal itu terlalu jauh untuk dijalankan.
Implementasi selalu akan bicara konteks lokal dari suatu kerangka. Artinya, karena Earth Tribe ialah kerangka global dari WOSM, maka yang juga harus dipahami adalah apa saja kerangka yang ada di tingkat nasional (dan lokal). Sejak 2014, Saka Kalpataru menjadi wadah satuan karya yang mengakomodasi minat di bidang lingkungan hidup. Ada juga Saka Wanabakti di bidang kehutanan.
Kerangka dan bentuk lainnya antara lain Pramuka Peduli Pelestarian Lingkungan, yang merupakan bagian dari inisiatif Pramuka Peduli. Selain itu, ada program Gugus Depan Ramah Lingkungan. Keduanya dirilis pada tahun 2017.
Saat ini, sedang berlangsung Bimbingan Teknis (Bimtek) Gugus Depan Ramah Lingkungan, yang juga diikuti perwakilan dari Kwarda DIY.
Lalu bagaimana kerangka dan wadah itu (harusnya) dapat diimplementasikan? Adanya Gudep Ramah Lingkungan memberi amanah implementasi kegiatan dan pengelolaan ramah lingkungan dari tingkat gudep.
Pada wadah satuan karya, tentunya setiap krida dari Saka Kalpataru dan Wanabakti menjadi wadah belajar dan aksi. Kemudian, PP Pelestarian Lingkungan harusnya mengisi ruang aksi yang lebih secara langsung.
Seiring berjalannya program dan inisiatif di tingkat lokal tersebut, Earth Tribe atau kerangka WOSM lainnya sebenarnya tetap dapat dijalankan. Menjadi materi pelengkap, atau dapat dikolaborasikan tapaknya.
Sebagai contoh, tiga krida Saka Kalpataru juga merepresentasikan tiga krisis lingkungan hidup sebagaimana Earth Tribe: Krida Perubahan Iklim, 3R, dan Konservasi Keanekaragaman Hayati. Akan sangat keren jika pemenuhan SKK tiap krida beriringan dengan pemenuhan challenge untuk badge Earth Tribe.
Kerangka atau kampanye WOSM lainnya pun bisa diikuti. Seperti ajakan meramaikan Earth Hour pada Maret kemarin, Saka Kalpataru Sleman rutin ikut serta, bahkan berkolaborasi dengan Earth Hour Jogja dan berbagai komunitas lainnya. Kesadaran kolaborasi sangat penting hari ini, bahkan termasuk dalam SDGs poin terakhir yaitu Partnership (Kemitraan). Tidak hanya dalam skema pendidikan dan tantangan, tetapi juga kolaborasi komunitas.
Momen WED atau Hari Lingkungan Hidup Sedunia sudah cukup untuk menjadi pengingat kesadaran tiap Pramuka, untuk mengingat darma cinta alam dan janji menolong sesama hidup.
Tema WED tahun ini ialah “Only One Earth”, yang bisa dimaknai pada tanggung jawab bersama pandu seluruh dunia menjaga satu bumi kita. Masing-masing bisa berperan, dan tidak ada yang lebih konkret dari memulai hari ini.
Tentang Penulis:
Abiyyi Yahya Hakim | Pemangku Adat Racana Gadjah Mada (Pramuka UGM), anggota ATAS #8824