Dalam pandangan saya yang terbatas, saya tertarik dengan dua gagasan dari narasumber yang pertama tentang Kepemimpinan Ideal Gerakan Pramuka dari Kak Prijo Mustiko dan Wirakarya yang bukan hanya sebagai program kegiatan tetapi menjadi wadah gerakan anak muda, dari Prof. Kuncoro sebagai narsum kedua.
Hasta Brata
Menurut Kak Prijo kepemimpinan Hasta Brata merupakan ciri kepempinan Kak Sultan HBIX. Hasta artinya delapan dan Brata artinya perilaku atau tindakan pengendalian diri seorang pemimpin. Hastabrata melambangkan kepemimpinan dengan delapan unsur atau sifat alam seperti: bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan bintang.
Hasta Brata bersumber dari kisah Ramayana, saat Rama menasihat Wibisana sebelum menjadi Raja di Negeri Singgelapura. Inti nasehatnya agar mentranformasikan negeri dengan nama baru, semangat baru dari sebuah negeri lama yang penuh angkara murka di bawah Raja Rahwanaraja alias Dasamuka.
Kak Sultan HB IX dalam mempersatukan orgaisasi kepanduan hampir sama dengan tindakan Sri Rama, yaitu ,memberi nama baru dengan nama pramuka, semangat baru (renewing scouting) terhadap negeri lama (kepanduan) yang saat itu dilanda stagnasi, berfaksi-faksi dan anti kemajuan (lihat Pidato Bung Karno, menjelang kelahiran Gerakan Pramuka)
Dalam terminologi kekinian kepemimpinan Hasta Brata dapat dikategorikan dalam kepemimpinan transformatif, dengan ciri kolaboratif, inovarif dan partisipatif atau kepemimpinan gotong royong, dengan pemimpin menempatkan diri “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Model Kepemimpinan Hasta Brata, relevan untuk Gerakan Pramuka yang sedang berada disimpang jalan akibat derasnya desrupsi digital. Transformasi Gerakan Pramuka tidak kompatibel dengan model kepemimpinan komando, dengan menempatkan “komandan” sebagai sumber kebenaran tunggal dan sumber gerakan perubahan tunggal. Model semacam ini bisa menyesatkan dan meruntuhkan Gerakan Pramuka dalam sekejap.
WIRAKARYA
Prof. Kuncoro menyampaikan sebuah gagasan menarik yaitu pentingnya mengembangkan Wirakarya yang merupakan gagasan Kak Sultan HB IX, bukan hanya “program kegiatan perkemahan” tetapai menjadi menjadi “wadah gerakan kaum muda” dalam ikut serta membangun bangsa dan negara.
Menurut Kak Kuncoro, mesti ada perbedaan penekanan antara kepramukaan sebagai arena pendidikan dengan kepramukaan sebagai wadah gerakan kaum muda dalam bentuk wirakarya. Dengan kata lain penting dirumuskan gerakan wirakarya sebagai wadah gerakan kaum muda yang telah dididik dalam alam kepramukaan.
Gagasan Prof. Kuncoro ini tampaknya perlu dikembangkan lebih lanjut, apalagi relevan dengan program WOSM yang menekankan pentingnya “social impact” dalam kegiatan kepanduan.
Gagasan ini juga mampu memberi perspektif dan arah baru pengelolaan program Pramuka Peduli yang saat ini memiliki 3 agenda yaitu: pengembangan SDM, penanggulangan bencana, dan pelestraian lingkungan hidup.
Pada tahap implementasi Gagasan Prof Kuncoro ini, dapat mengacu kepada model pengelolaan gerakan anak muda global yang diinisiasi WOSM seperti Messenger of Peace maupun Scout for SDG’s.
Pengemasan program (program branding), mobilisassi partisipaasi anak muda melalui platfom digital, pemberian penghargaan, pemecahan rekor bersama, merupakan beberapa kunci tata kelola program WOSM yang bisa ditiru untuk mengelola “Wirakarya sebagai Wadah Gerakan Anak Muda Indonesia”.
Akhirnya dari saresehan ini terlihat, Wiradhiratsaha memang menyala dan kredibel sebagai pewaris gerakan pemikiran dan perubahan Bapak Pramuka, Sri Sultan HB IX. Salam untuk Kak Prijo dan Kak Kuncoro, mohon maaf kalau ada yang tidak pas.
Suwun sanget.