BANTUL — Puluhan peserta yang terdiri dari 32 orang tua peserta Ticket to Life dan 10 orang tim Ticket To Life (Ketua Majelis Pembimbing Gugusdepan/Kamabigus, Leader dari Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa, dan 7 pembina pramuka) mengikuti Sosialisasi, Jumat (31/05/2024).
Sosialisasi dimulai pada pukul 08.00 WIB diawali dengan sambutan Kamabigus SLBN 2 Bantul Kak Kak Astuti Hermawati, M. Pd., sambutan Ketua (Leader) Ticket to Life (TTL) Sultan Agung Yogyakarta Kak Sarjita, S. M., Paparan TTL oleh Kak Murjilah, S. Pd , M. Pd. diskusi, doa, dan penutup, dilanjutkan dengan foto bersama.
TTL awalnya merupakan program yang hanya terbatas untuk mengajak anak-anak jalanan (street children) bergabung dalam kegiatan kepramukaan kepramukaan kini diperluas untuk anak-anak dari kategori lain (9 klaster).
TTL ini merupakan program unggulan (flagship project) Kepanduan Asia Pasifik (World Scout Bureau Asia Pasifik Support Center atau WSB- APR) sebagai penyelenggara, dikenal dengan Asia Pasifik Region (APR), yaitu bagian dari Organisasi Gerakan Pramuka Dunia atau World Organization of the Scout Movement (WOSM).
TTL yang awalnya diperuntukkan bagi anak-anak jalanan, kini juga terbuka bagi anak-anak dan remaja dari kawasan terdampak oleh konflik sosial atau bencana alam.
Program TTL juga diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja pengungsi dalam arti umum yang berarti pengungsi dari suatu negara ke negara lainnya dan pengungsi internal atau internal displaced person atau IDP). Istilah IDP adalah untuk pengungsi yang telah dipaksa atau diwajibkan untuk melarikan diri/meninggalkan rumah tempat tinggal mereka.
Mereka dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka sebagai akibat dari atau untuk menghindari efek konflik bersenjata, situasi kekerasan umum, pelanggaran hak asasi manusia atau bencana, tetapi belum melintasi batas negara yang diakui secara internasional.
Program TTL juga diperluas untuk menampung anak-anak dan remaja yang terdampak penyakit HIV, anak-anak dan remaja yang mempunyai keterbatasan kemampuan, anak-anak yatim piatu, serta mereka yang karena sesuatu hal meninggalkan atau ditinggalkan orang tuanya.
Juga untuk anak-anak dari kelompok minoritas tertentu, serta pelaku kejahatan anak dan remaja dalam tahanan kepolisian atau lembaga peradilan pidana.
Untuk selanjutnya organisasi-organisasi nasional kepramukaan atau nasional Scout organization atau nsu seperti gerakan Pramuka Indonesia ditawarkan untuk mengembangkan program TTL dengan beberapa persyaratan tertentu yang nantinya sebagian akan dibantu pendanaannya dari kepanduan Asia Pasifik.
Persyaratan itu antara lain adalah program TTL harus menjadi bagian dari program gugus depan Pramuka yang sudah ada melibatkan anak-anak seperti yang termasuk dalam kategori TTL tersebut berusia antara 6 sampai 18 tahun dan setidaknya terdiri dari 32 anak-anak dan remaja, serta pembina Pramuka yang mampu menjalankan program tersebut.
Perluasan kategori anak-anak dan remaja yang bisa ikut program ptl menunjukkan bahwa gerakan kepanduan di kawasan Asia Pasifik menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial.
Walaupun gerakan kepanduan bukan organisasi bantuan sosial, tetapi membantu anak-anak dan remaja seperti itu merupakan bagian dari komitmen untuk mendidik generasi muda akan mendapatkan kesempatan memperoleh masa depan yang lebih cerah.
Program TTL menjadi salah satu upaya Gerakan Pramuka untuk ikut serta mengatasi permasalahan sosial yang merupakan implementasi program pramuka peduli di tingkat gugus depan.
Salah satu sumber penyebab munculnya anak bermasalah baik secara psikologis, ekonomi, sosial, maupun hukum diantaranya adalah terjadinya bencana alam, kerusakan lingkungan, terorisme, radikalisme, wabah penyakit, kemiskinan, dan faktor sosial lainnya.
Pramuka sebagai bagian dari masyarakat ikut andil dalam upaya pembinaan anak bermasalah melalui pendidikan kepramukaan di gugus depan yang diwujudkan melalui program TTL.