YOGYAKARTA — Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diajak untuk dapat mengisi ruang digital dengan kebudayaan Jawa khususnya. Hal tersebut disampaikan oleh Kak Dr. R. Stevanus C. Handoko yang menjadi salah satu narasumber Pawiyatan Jawa di Auditorium Lantai 2 Museum Sono Budoyo Yogyakarta, Rabu (20/07/2022).
Melalui paparannya, anggota DPRD DIY tersebut menyampaikan bahwa dalam hal terkait literasi digital, DIY nomor satu, sehingga pihaknya mengajak pramuka khususnya untuk meningkatkan peran dengan memanfaatkan teknolofi dalam pengenalan jati diri bangsa dan menjadi bagian aktivis budaya.
Hal tersebut sebagai implementasi Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta, Perdais No. 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan, dan Perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.
“Pramuka yang juga bagian dari masyarakat dapat berperan serta dalam upaya Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa melalui berbagai kegiatan yang bersifat inisiatif, partisipatif, serta kolaboratif,” ujarnya.
Lebih lanjut pihaknya mengajak peserta Pawiyatan Jawa untuk mengoptimalkan media sosial seperti facebook dan twiter untuk menyebarluaskan hal-hal yang terkait kebudayaan Jawa.
Selain Kak Stevanus, beberapa narasumber lain juga dihadirkan dalam kegiatan yang diikuti kurang lebih 50 pramuka dari lima cabang di DIY. Yaitu musisi Band Genk Kobra, Joko Elysanto, Penyiar Jogja TV, Faizal Noor Singgih, dan Rr. Noor Dwi Artyandari.
Uraian materi lainnya yaitu dari Kak Joko Elysanto yang menegaskan bahwa bahwa belajar aksara Jawa adalah belajar kesantunan. Menurutnya, belajar Bahasa Jawa harus diawali dengan belajar aksaranya terlebih dahulu.
“Agar maknanya benar,” ujarnya.
Banyak orang Jawa yang saat ini kehilangan karakter, menurut Joko hal itu karena makin sedikitnya orang Jawa yang memahami aksara Jawa maupun bahasa Jawa. Padahal aksara merupakan refleksi dari sebuah bangsa.
“Dalam penggunaan istilah, Jawa sangat komplit, kalau dalam bahasa Indonesia menyebut kelapa, maka dalah bahasa Jawa ada yang menyebut kelapa sesuai keadaannya, yaitu : bluluk, cengkir, degan, kambil, kopyor, jomblo,” ujarnya.
Hadir pula Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan DIY yang juga aktif di Saka Widya Budaya Bakti DIY yaitu Kak Setya Amrih Prasaja. Dalam kesempatan tersebut Kak Amrih menjelaskan terkait budaya Jawa dengan segala keunikannya dapat dipakai sebagai wahana pembentukan watak karakter bangsa.
“Untuk memahami budaya Jawa maka penguasaan bahasa Jawa adalah gerbang awalnya,” tegasnya.
Kemudian ditegaskan bahwasanya penguasaan bahasa Jawa tidak lepas dari pembelajaran aksara Jawa dan Teknik wicaranya. Pemahaman penggunaaan busana dan aksesorisnya menjadi pelengkap penguasaan budaya Jawa.
Pemateri selanjutnya yaitu Kak Faizal Noor Singgih dan Kak Rr. Noor Dwi Artyandari menyampaikan materi terkait dengan Sesorah dan Busana Jawa. Selain memberikan materi secara teoiri, narasumber ini juga mengajak peserta untuk praktik. (cst)