YOGYAKARTA — Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) peduli terhadap kearifan lokal menjadi topik bahasan yang dibawakan oleh Kak Prof. H. Suwarsih Madya, Ph.D, Wakil Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka DIY Bidang Kebudayaan dan Pengembangan Kearifan Lokal dalam Sapa Jogja di TVRI Yogyakarta, Jumat (08/07/2022).
Kak Suwarsih yang juga merupakan praktisi pendidikan di salah satu kampus di Yogyakarta menilai bahwa anak-anak di era milenial khususnya di Yogyakarta saat ini memandang kearifan lokal cukup positif, dengan adanya pelibatan anak-anak ke aktivitas, mendorong situasi mereka selalu mencintainya
“Pramuka mendukung itu semua,” ujar Kak Warsih.
Dalam kaitannya dengan Visi Misi Kwarda DIY, Kak Suwarsih melalui Bidang yang diampunya terus berusaha memenuhi visi, supaya kepramukaan ini menjadi pilihan utama dalam membentuk diri mereka sendiri, generasi berkarakter, mandiri, dan berbudaya.
Salah satu program dari Bidang yang diampu Kak Suwarsih di Kwarda DIY yaitu terus menyebarluaskan pelestarian budaya, ada yang sudah dipromosikan oleh Kwarda DIY melalui Youtube, terkait sejarah tentang keistimewaan Yogyakarta, bagaimana peran Yogyakarta sebagai Ibukota 1946 – 1949, dan terus berlanjut dengan tema lainnya.
Mengapa kearifan lokal yang menjadi fokus, karena di Indonesia merupakan bangsa majemuk. Puncak-puncak kebudayaan lokal adalan Budaya Nasional.
“Budaya lokal merupakan akar dari budaya nasional, sehingga perlu ditumbuhsuburkan agar berkembang agar budaya nasional bisa kuat,” tegas Kak Suwarsih.
Termasuk pula dengan pelatihan bagi para pembina atau pelatih pembina Gerakan Pramuka yang ada di DIY. Harus terus dilakukan dan ditingkatkan.
“Saat ini kita sedang menyusun kurikulum Pramuka Istimewa, ditata, sesuai dengan perkembangan anak. Sehingga pramuka di DIY akan mempunyai Syarat-Syarat Kecakapan Istimewa,” terangnya.
Kak Suwarsih menyebutkan secara khusus bahwa kecakapan yang dimaksud adalah kompetensi bagi anggota Gerakan Pramuka yang meliputi, keterampilan, sikap, dan perilaku.
“Dalam arti bukan eksklusif, semua pramuka di DIY istimewa dengan mengetahui nilai-nilai luhur di Yogyakarta,” ujarnya.
Yang mungkin perlu ditingkatkan, lanjut Kak Suwarsih, adalah praktik pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan karakter. Pembiasaan adalah salah satu cara menanamkan kearifan/nilai yang ingin dikehendaki, dilakukan secara terus menerus.
“Tidak dengan menghafalkan, tapi langsung praktik,” tegasnya.
Namun demikian, Kak Suwarsih menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa akan melakukan semua hal terkait pelestarian budaya. Salah satu hal yang pilih dan yang paling mendasar, serta bisa menjadi modal adalah membatik. Anak-anak dilatih dan didorong untuk bisa berkreasi, bukan hanya sekedar mencoret, tapi sekaligus menghayatinya.
Menurut Kak Suwarsih, Batik Indonesia resmi diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda, sehingga harus terus dilestarikan dan dikembangkan. (cst)