Kepanduan dunia yang dirintis oleh Lord Robert Baden Powell menjadi suatu gerakan kepemudaan yang diikuti oleh banyak negara di dunia, salah satunya Indonesia. Gerakan Pramuka, merupakan satu-satunya organisasi kepanduan dengan jumlah anggota aktif terbanyak di seluruh dunia.
Bagaimana tidak, sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, seluruh Peserta Didik di sekolah mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas menjadi anggota aktif Pramuka.
Sesuai dengan isi Permendikbud tersebut, Pendidikan Kepramukaan masuk ke dalam kurikulum dengan harapan mampu menginternalisasikan nilai ketuhanan, kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, dan kemandirian pada peserta didik.
Kemunculan organisasi kepanduan di Indonesia ini tidak luput dari Sultan Hamengku Buwono IX yang telah dikukuhkan menjadi Bapak Pramuka Indonesia pada Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka 1988 yang digelar di Dili, Timor-Timur.
Bahkan walau tidak terdapat bukti otentik, dipercaya kata Pramuka memiliki hubungan erat dengan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan berasal dari kata Paramuko atau teladan yang berada di depan, lalu diterjemahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti jiwa muda yang suka berkarya.
Sultan Hamengkubuwono IX atau sering dipanggil sebagai Kak Sultan pertama kali muncul pada Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem atau PERKINO yang dilaksanakan di lapangan ASRI, Yogyakarta pada tahun 1941. Sejak saat itu, Kak Sultan menjadi bagian penting tak terpisahkan dari tumbuh dan berkembangnya Gerakan Pramuka di Indonesia.
Kak Sultan menjadi pimpinan di Seminar Kepanduan Nasional Indonesia di Bogor pada tanggal 21 sampai 24 Januari 1957 untuk membahas dan merumuskan kembali fungsi kepanduan di Indonesia setelah sebelumnya banyak anggota Pandu ikut terjun mengikuti kampanye partai politik PEMILU 1955.
Bersama dengan Kak Sultan pula, Ir. Soekarno membicarakan rencana untuk menyatukan seluruh organisasi kepanduan saat itu ke dalam organisasi baru. Gerakan Pramuka kemudian diperkenalkan secara resmi ke masyarakat Indonesia pada 14 Agustus 1961 sekaligus melantik Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pertama. Kemudian Kak Sultan tetap menjabat selama empat kali periode berturut-turut yaitu masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970, dan 1970-1974.
Setelah dilantik menjadi Ka Kwarnas, Gerakan Pramuka menyelenggarakan Perkemahan Satya Dharma pada 5 Juli sampai dengan 6 Agustus 1964. Kegiatan Perkemahan Satya Dharma memberikan kesempatan bagi anggota Pramuka untuk ikut berpartisipasi dalam proyek Pembangunan Irigasi PLTA Jatiluhur.
Kegiatan yang dilangsungkan selama sebulan ini diikuti oleh Kwartir Daerah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Papua dengan jumlah peserta lebih dari 2.400 orang. Perkemahan ini diadakan sebelum Perkemahan Wirakarya yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Perkemahan Wirakarya tingkat Nasional pertama diselenggarakan pada tahun 1968. Kegiatan ini diadakan dengan program pembangunan bendungan irigasi di Sungai Cihideung. Dari sini sudah terlihat bahwa kegiatan yang diadakan merupakan usaha untuk merealisasikan kerja nyata anggota Pramuka sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Perkemahan ini dirancang untuk usia Pramuka golongan Penegak dan Pandega, karena pada golongan ini diharapkan anggota Pramuka dapat menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat seperti yang disebutkan dalam Trisatya. Dilangsungkan selama kurang lebih 17 minggu, PW tingkat nasional pertama yang diikuti oleh sekitar 7.000 orang ini ditutup oleh Kak Sultan HB IX dengan harapan setiap anggota Pramuka yang hadir tidak hanya mendapatkan pengalaman mengesankan dan berguna, bertemu dengan saudara-saudara dari daerah lain, serta menguji kemampuannya, namun juga anggota Pramuka dapat melakukan pembangunan di pedesaan untuk membantu masyarakat sebagai perwujudan Dasa Darma pramuka.
Sejak saat itu keikutsertaan anggota Pramuka dalam program pembangunan masyarakat pedesaan mulai dijadikan sebagai program andalan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Program ini fokus pada pembangunan di pedesaan dalam bidang pertanian, perikanan, dan perkebunan. Karena Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian mayoritas rakyatnya adalah sebagai petani.
Selain melalui Perkemahan Wirakarya, salah satu wadah kegiatan anggota Pramuka dalam ikut membangun masyarakat pedesaan adalah Saka Taruna Bumi yang saat itu bernama Kompi Taruna Bumi. Dasar pemikiran yang digunakan untuk mengembangkan Perkemahan Wirakarya dan kegiatan pengabdian masyarakat tersebut kemudian dikemukakan kembali dalam Kongres Kepanduan Dunia di Tokyo pada tahun 1971.
Konsep yang kemudian terkenal sebagai “Renewing of Scouting” ini berisi tentang besarnya andil anggota Kepanduan dalam kegiatan yang bertujuan untuk pembangunan bangsa. Konsep ini memuat tentang syarat mutlak keberlanjutan Kepanduan sebagai organisasi dunia adalah dengan partisipasi para anggotanya untuk turut membangun bangsa. Serta dengan adanya penyelenggaraan kegiatan yang sesuai aspirasi para Peserta Didik walaupun tetap taat pada metode Pendidikan yang sebelumnya sudah berlaku.
Prasaran yang dikemukakan Kak Sultan tersebut kemudian menjadikan Gerakan Pramuka sebagai kiblat baru Kepanduan Dunia hingga menjadi “the new trends of World Scouting” dimana anggota Kepanduan harus terus dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya membaktikan diri dan mengabdi kepada masyarakat tetapi tetap dikemas dalam kegiatan inovatif serta menyenangkan. Konsep ini memperoleh simpati dari organisasi tingkat dunia seperti United Nations Children’s Fund (UNICEF), Food And Agriculture Organization (FAO), dan International Labour Organization (ILO).
Program Pembangunan Masyarakat gagasan Kak Sultan mendorong Boy Scout of America memberikan Silver World Award pada tahun 1973. Seperti yang telah dijabarkan fokus memberikan solusi dari masalah yang dekat dengan kita dan melakukan apapun berdasarkan pengabdian merupakan prinsip yang digunakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam memimpin Gerakan Pramuka saat itu.
Gagasan ini sejalan dengan gagasan Baden Powell ketika memulai organisasi Kepanduan untuk memperbaiki mutu warga negara melalui generasi muda, terutama karakter dan kesehatannya. Menurut Baden Powell pula jika menjadi warga negara yang pasif tidak akan cukup untuk mempertahankan kemerdekaan, keadilan dan kehormatan di dunia. Karena itu dibutuhkan juga warga negara yang aktif. Dalam bahasa Sri Sultan HB IX adalah warga negara yang ikut serta dalam kegiatan pembangunan bangsanya.
Seperti perkataan Kak Sultan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang kemudian diceritakan ulang saat kegiatan ulang janji Hari Bapak Pramuka tahun 2018, “Memiliki prinsip lebih berani untuk mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Karena saya (HB IX) selama ini diam. Saya mengalami jabatan dua periode Soekarno dan Soeharto, dan saat berbeda pendapat saya memilih diam. Saya sadar diam saya ternyata salah, karena dengan diam itu masyarakat tetap miskin dan bodoh,” kata Sultan menirukan ucapan ayahnya saat itu.
Bagi Kak Sultan majunya bangsa dan makmurnya warga negara merupakan tujuan penting yang ingin dicapai salah satunya melalui kegiatan di dalam Pendidikan Kepramukaan.
___
Penulis :
Afira Dinda Aningtyas
Guru SD Negeri Tawangharjo, Kwartir Ranting Pakem, Kwartir Cabang Sleman